Sabtu, 23 Januari 2010

PENGALAMAN SEORANG TUNARUNGU YANG MENJADI DOKTER GIGI

Pembaca, keberhasilanku sebagai dokter gigi ini merupakan jawaban dari pertanyaanku yang telah lama dipikrkan dan dirisaukan. Sekarang saya simpulkan bahwa kesuksesan seseorang tergantung pada keuletan, keyakinan, dukungan lingkungan, keuangan, kepribadian,tantangan , semangat, dan juga doa.

Saya bernama drg. Juliani Efendy. Saya disekolahkan di SLB Dena Upakara, di Wonosobo, Jawa Tengah. Saat saya berumur 11 tahun, saya sering merasa risau akan keadaanku dan seringkali menjadi seorang pendiam. Keadaanku ini diketahui oleh Sr. Anthonie, guruku. Dia kesal dan gregetan melihat tingkah lakuku. Dia bertanya, “Kamu mau jadi apa? Kalau kamu terus seperti ini dan terus pasif, nanti masa depanmu suram”. Mendengar nasehat dari guruku, aku pun mulai ngeri dan risau akan madesu (masa depan suram).

Aku terus bertekad berusaha belajar di SLB. Akhirnya aku mampu dan bisa masuk ke SMP dan SMA umum. Hampir tidak ada masalah berati bagiku saat menjalani pendidikan di SMP maupun SMA. Setelah tamat SMA dan akan masuk ke Universitas, aku sempat bingung memilih fakultas apa yang pantas dan cocok untukku. Aku ingin masuk fakultas kedokteran tapi terbentur masalah pendengaranku. Maka kupilih fakultas kedokteran gigi.

Ditingkat I aku banyak dibantu oleh teman-teman. Untuk bisa mengejar pelajaran mata kuliah, aku meminjam catatan atau foto copy. Kadang-kadang dosen maupun asisten dosen bingung ketika terus menatap mereka. Aku sering melihat dan membaca bibir. Maklum tuna rungu adalah pemata. Temanku segera menerangkan kondisi dan ketunarunguanku kepada dosen. Ditingkat 3, aku sudah mulai berpikir dan mengambil keputusan, bila aku tidak lulus langsung, aku terpaksa berhenti sebagai sarjana muda. Tapi kenyataanya, aku telah lulus langsung dan termasuk dua puluh orang mahasiswa. Kira-kira 75 mahasiswa harus remidi.

Setelah dinyatakan lulus, aku pun bahagia, tetapi saat itu, aku dipanggil oleh dosen. Dosen menganjurkan aku untuk pindah ke fakultas lain dengan alasan masalah ketunarunguan, di tingkat 4 aku dipastikan akan gagal dan tidak mampu. Aku marah, kenapa dosen bisa berpikir seperti itu? Kenapa harus sampai di situ? Aku tetap bersikukuh dan tetap melanjutkan kuliah. Aku mau menanggung resiko.

Setelah itu, ternyata di klinik aku mengalami diskriminasi, aku malah mendapat giliran praktik yang paling akhir. Pada waktu itu, aku terus gelisah dan mondar-mandir di depan klinik. Lebih parah lagi, dosen asisten tidak mau membimbingku. Aku bagai dilempar sana-sini. Akhirnya dosen, kepala klinik turun tangan dan menanganiku.

Aku berhasil menyelesaikan tugas klinik sampai tingkat 5 dan dinyatakan lulus sebagai dokter gigi.

Tahun 1986 aku menikah dan dikaruniai 2 anak perempuan. Tahun 1998 aku mulai bekerja sebagai asisten dokter gigi di Balai Kesehatan Masyarakat. Di tahun 1998 aku berhasil mendapat SIP (Surat Izin Praktik). Dua tahun kemudian aku dapat membuka praktik sendiri, tapi aku masih kurang percaya diri karena ketunarunguanku.

Di tahun itu, aku bekerja di Lembaga Gigi TNI-AL. Di situ banyak teman dokter gigi yang selalu mendukung dan membantuku. Percaya diriku mulai bertambah. Begitulah cerita perjalanan hidupku hingga sekarang.

Di samping itu, aku sering ikut kegiatan sosial, membantu di Gerkatin, HWPCI, di Gereja-gereja sebagai enterpreteur di saat Pastur berkhotbah.

Harapanku, semoga kaum tuna rungu jangan sampai disingkirkan dan dinomor duakan dan terabaikan seperti yang aku alami. Tuna rungu sering diabaikan sering, dilangkahi. Pendididkan tunarungu di luar Jawa pun masih jauh tertinggal dari yang distandarkan pendidikan dan ditetapkan oleh pemerintah. Aksesbilitas di Indonesia masih jauh ketinggalan.

Aku juga juga mengharapkan tunarungu mendapat perlakuan yang sama, pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, dan kemampuan dan aksesbilitas yang memadai. Semoga pengalaman ini akan membuka pikiran, pandangan dan hati tentang ketunarunguan bagi masyarakat, pemerintah, orang tua tunarungu, pendidik dan temanku yang senasib.

Go public…. Ayo terus maju! Tidak ada halangan yang mampu yang menghentiakn kita. Kita pasti bisa dan tidak ada yang tidak mungkin.

Terima kasih.....

2 komentar:

Anonim mengatakan...

hahaha..

kapan posting lagi??

ayo2 tambah lagi post-nya..

saya tunggu..

mungkin Qta klo lewat sini lebih cepat berkomunikasi karen ini @ blog..

key???

balas di sini saja mas.



~martin rikiwi,
adikmu~

Anonim mengatakan...

hebatttt ceritanya
saya rekomendasikan untuk mencoba ABD yang diciptakan oleh penyandang Tuna Rungu juga. bentuknya HP, jadi bisa lebih Percaya Diri
ni nomornya : 08179508268

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons