Kamis, 14 Januari 2010

HARAPAN TUNARUNGU

Sejauh manakah pengakuan masyarakat terhadap kaum tunarungu? Kenyataannya masyarakat masih tetap memandang sebelah mata terhadap penyandang tunarungu. Tunarungu dianggap lebih rendah daripada masyarakat lainnya. Penyandang tunarungu masih disambut dengan skeptis.

Seandainya yang dijadikan ukuran tinggi-rendahnya pengakuan tersebut adalah intelektual, kognisi meta-kognisi, emosional dan social, kaum tunarungu pun ada yang setingkat atau bahkan lebih dari masyarakat biasa. Misalnya, ada seorang tunarungu, yang mampu mengeyam pendidikan di bangku kuliah. Ada yang menjadi Bos Perusahaan yang digelutinya, dsb.

Diakui atau tidak, kaum tunarungu mudah “termarginalkan”, dala arti masih ada saja orang yang belum mau mengakui eksistensi kemampuan seorang tunarungu meski dia sudah mempersiapkan untuk itu. Hal ini terjadi karena masih ada pandangan masyarakat yang menganggap bahwa siapapun penyandang tunarungu pasti orang itu tidak dapat melakukan apa-apa dan merepotkan. Paradigma seperti ini yang seperti ini bias saja dibenarkan tapi tidak semua kaum tunarungu seperti itu.

Terkait dengan rendahnya pengkauan masyarakat, saya berpendapat bahwa hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
  • Adanya pandangan masyarakat bahwa siapapun tunarungu itu identik dengan orang yang bisu, dan tidak tahu apa-apa.
  • Banyak anak tunarungu sulit diajak berkomunikasi. Hal ini sering mengakibatkan terjadinya miss-komunikasi.
  • Orang yang tunarungu cenderung dianggap kurang berbudi pekerti, berbudi bahasa, dan budi wicara.

Faktor lain yang mengakibatkan rendahnya tunarungu yaitu kelemahan tunarungu itu sendiri. Keterbatasan potensi yang masih belum dikembangkan juga membenarkan tesis di atas. Kegagalan tersebut tidak lepas dari tanggung jawab pendidik dan pemerintahnya.

Berkaca pada kenyataan di atas, sudah saatnya kaum tunarungu perlu ditingkatkan menjadi orang yang berdaya guna dan berdaya upah dengan tetap berharap masyarakat memandang kaum tunarungu sebagai manusia ayng berguna yang tidak kalah dari masyarakat lain.

Oleh karena itulah, pendidikan terutama SLB-SLB perlu diupayakan dan ditingkatkan untuk meningkatkan mutu siswa yang tunarungu. Upaya-upaya antara lain:
  1. Metode pengajaran harus sesuai dengan perkembangan anak tunarungu sehingga anak tunarungu bisa berkembang sebagaimana yang dialami oleh anak lainnya.
  2. Setiap SLB harus berupaya mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berbahasa anak tunarungu sehingga anak tersebut dapat bersikap oral, dapat berbicara denga jelas dan penuh arti sekaligus dapat memahami lawan bicaranya
  3. Memberikan keterampilan/skill-skill sehingga anak bisa mendapat pekerjaan yang layak dan mandiri.

Semua usaha ini memiliki harapan agar kaum tunarungu bisa mencapai kemapanan berbahasa yang maksimal, menjadi manusia yang dewasa mandiri dan berguna baik untuk diri sendiri atau untuk sekitarnya.

Meskipun demikian, semua upaya tidak akan membawa hasil yang maksimal bila tanpa guru yang berprofesional dan semangat tinggi dalam mendidik anak didiknya. Dan juga dari perhatian pemerintah terhadapnya. Dengan kata lain, mengembangkan potensi anak tersebut tidak lepas dari tanggung jawab pendidik, sekolah dan pemerintah.

Dengan upaya-upaya tersebut di atas, mereka yang tunarungu diharapkan bisa menjadi pribadi yang benar-benar bermutu dan berguna bagi masyarakat dan Negara sehingga eksistensinya akan dihargai dan diterima, serta mendapat kepercayaan dari masyarakat. Pandangan negatif dan diskriminasi dapat hilang dengan sendirinya. Semoga….

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons